Menurut Prof. DR. dr.
Nurpudji Astuti “Albumin merupakan salah
satu nilai tambah ikan gabus.” Bagi sebagian orang, ikan
gabus tak masuk hitungan lauk favorit. Untuk nelayan pun ikan gabus dianggap
kurang bernilai ekonomis. Namun, di tangan Prof.
DR. dr. Nurpudji Astuti, ikan ini memiliki nilai tambah.
Ikan yang tidak disukai karena baunya yang amis ini, beliau “sulap” menjadi “suplemen makanan yang
berfungsi untuk "mempertahankan tekanan osmotik koloid kapiler,
meningkatkan kekebalan tubuh secara alamiah, menaikkan kadar albumin, dan membantu mempercepat proses penyembuhan." Ikan
gabus diracik sedemikian rupa, dibuat serbuk, kemudian dimasukkan dalam kapsul.
Bau amis ikan yang tidak disukai itu pun hilang, tidak terasa lagi amisnya.
Hampir semua pasien berkadar albumin rendah yang
diberi suplemen dari ikan gabus ini, kadar albuminnya naik lebih cepat dibandingkan
pemberian albumin lewat infus. Bahkan, pasien berkadar albumin rendah yang
diikuti komplikasi penyakit lain seperti TB, diabetes, patah tulang, stroke, hingga HIV/AIDS,
kondisinya bisa lebih baik dengan pemberian kapsul ikan gabus.
Pada anak
dengan gizi buruk dan berat badan
kurang, pemberian biskuit dari bubuk ikan gabus, membuat berat badan mereka
naik minimal 1 kilogram per bulan. Maka, bersama kader posyandu, petugas
puskesmas, dan rumah sakit yang merawat anak bergizi buruk, Prof. DR. dr. Nurpudji Astuti pun memberikan
biskuit ikan gabus secara rutin. Begitu
pun pada Ibu hamil yang kurang
gizi juga diberi kapsul ikan gabus untuk asupan protein dan zat besi yang
diperlukan selama masa kehamilan agar bayi yang dilahirkan lebih sehat.
a. Fungsi Albumin
Prof. DR. dr. Nurpudji Astuti
memandang albumin dalam tubuh sebagai indikasi mortalitas, morbiditas, dan
metabolisme tubuh. Albumin juga berfungsi mempertahankan regulasi cairan dalam
tubuh. Bila kadarnya rendah, protein yang masuk ke dalam tubuh akan pecah, dan
tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan, penyerapan obat-obatan yang
seharusnya berfungsi menyembuhkan, tidak akan maksimal.
Oleh
karena itu, pasien berkadar albumin rendah diberi infus untuk menaikkan kadar
albuminnya. Namun, infus itu biayanya mahal, Rp 1,4 juta setiap pemberian. Ini
pun minimal harus diberikan tiga kali. Untuk pasien tidak mampu, hal ini cukup
memberatkan. Bahkan, pasien pengguna Askes pun menanggung sendiri biaya
pemberian infus baru bila kadar albumin 2,2 “Kadar
albumin normal 3,5-4,5,” ujar beliau.
Kondisi
tersebut membuat beliau berusaha mencari bahan lain untuk menaikkan kadar
albumin dengan harga terjangkau. Ahli gizi yang melakukan banyak penelitian ini
pun sampai pada ikan gabus yang mengandung kadar albumin tinggi. Ikan gabus
dipilihnya karena relatif mudah didapat dan harganya murah.
Dalam
percobaan pertama, Prof. DR. dr.
Nurpudji Astuti memberi masakan ikan gabus kepada pasien di Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan. Ikan gabus dalam bentuk
makanan ini berhasil menaikkan kadar albumin. Namun, jumlah petugas dapur di
rumah sakit kurang. Kalaupun ada, mereka kewalahan meracik ikan gabus, apalagi
dengan komposisi yang dianjurkan. Akhirnya “Saya
mencoba membuat cairan, lalu dimasukkan melalui selang makanan. Ini pun
berhasil, namun banyak pasien yang menolak baunya,” ujar beliau.
b. Ekstrak Dalam Kapsul
Prof. DR. dr. Nurpudji Astuti
kemudian mencari cara agar pemberian ikan gabus bisa lebih mudah. Bersama
beberapa rekannya, beliau melakukan percobaan hingga menemukan cara yaitu “membuat ekstrak ikan gabus dan memasukkannya
dalam kapsul.” Cara ini berhasil karena pemberiannya lebih mudah dan pasien
tidak lagi menolak baunya.
Prof. DR. dr. Nurpudji Astuti
lalu mendaftarkan permohonan paten kapsul ikan gabus dengan nomor P00200600144, berjudul “Produk
Konsentrat Protein Ikan Gabus.” Permohonan paten ini diumumkan pada 8 Maret 2008 lalu oleh Departemen
Kehakiman dengan nomor publikasi 047.137.A.
Beliau
sebenarnya telah meneliti ikan gabus ini sejak tahun 1994. Pada 2003 beliau mulai
memberikan cairan ikan gabus melalui selang makanan pada pasien di Rumah Sakit
Wahidin. Tahun 2004-2005, tamatan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ini membuat ikan gabus dalam bentuk
kapsul.
Untuk
lebih meyakinkan, membuktikan, dan menguji kehandalan suplemen makanan yang
dibuatnya itu supaya dapat diterima di manapun, Prof. DR. dr. Nurpudji Astuti mengirimkan kapsul tersebut kepada
rekan-rekan dokter di berbagai daerah seperti Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Jakarta. “Saya meminta mereka untuk memberikan kapsul ini kepada pasien dengan
beragam penyakit seperti luka patah
tulang, stroke, gula, TB, atau gizi buruk.
Hasilnya, pemberian suplemen makanan ini membuat pasien sembuh lebih cepat dan
kondisinya menjadi lebih baik,” ujar beliau.
Sebagai
dokter spesialis gizi, beliau resah atas maraknya kasus gizi buruk. Menurutnya,
banyak pasien gizi buruk yang membaik setelah diberi biskuit ikan gabus. Sesuatu
yang sebenarnya mudah didapat dan murah harganya. Kini, tinggal kemauan dan
keseriusan pemerintah daerah untuk berjaringan dengan berbagai instansi,
termasuk perguruan tinggi. “Saya siap
membantu,” ujar beliau.
Apalagi
ujarnya, “penggunaan ikan gabus untuk
produksi makanan tambahan juga dapat memberi nilai tambah ekonomis bagi
petambak. Ini akan lebih terasa bila produksi semakin meningkat. Beliau memang
membuat kapsul itu dalam skala laboratorium karena penggunaannya pun masih
terbatas.”
Gambar. Perbandingan Kandungan
Protein dari Beberapa Jenis Ikan
Assalamualaikum prof. Salam kenal saya mahasiswa kedokteran hewan yang sekarang dalam proses penyusunan proposal penelitian sebagai tugas akhir. Dan penelitian saya berkaitan dengan ikan gabus. Jadi saya sangat berharap dapat mendiskusikan hal tersebut secara langsung dengan prof. Wassalam
BalasHapusdulu orang tua teman saya sakit, katanya kena diabetes. lalu dia disarankan mengkonsumsi ekstrak ikan gabus atau dikenal dengan albumin. Alhamdulillah ahirnya teman saya bisa menemukan orang yang jual albumin. karena, albumin ikan gabus jauh lebih murah daripada albumin cair.
BalasHapusSemoga bermanfaat...
sekarang semakin banyak yang jual albumin. semoga barokah..
BalasHapusAsalamualikum prof.sya mau tanya saya terkena penyakit awalnya melinting disertai nanah dah setelah pecah jadi koreng.nama penyakit ini apa yah prof dan bisa di sembuhkan dengan mengkonsumsi obat apa..trimakasih
BalasHapus