Cocok Dikonsumsi Penderita Ginjal,
TBC, dan HIV/AIDS
JARANG
orang tahu kalau ikan gabus yang baunya sangat amis, merupakan penghasil
albumin yang dibutuhkan tubuh. Manfaat lainnya untuk kesehatan perlu diketahui.
IKAN gabus
atau dalam bahasa ilmiahnya disebut channa striata merupakan sejenis ikan buas
yang hidup di air tawar. Tak sedikit pula yang hidupnya di rawa-rawa. Rupanya
memang jelek. Baunya juga amis. Ini yang membuat tidak semua orang menyukainya.
Padahal, dari segi rasa, ikan ini sangatlah lezat jika dikonsumsi. Tak sulit
untuk memperoleh ikan ini, karena mudah ditemukan di pasar-pasar tradisional,
bahkan pasar-pasar modern.
Guru
besar gizi klinik dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Prof Dr dr Nurpudji A Taslim, MPH, SpGK,
mengatakan, belum banyak orang yang menjadikan ikan gabus sebagai lauk favorit.
Padahal, selain rasanya yang lezat, ikan gabus juga memiliki manfaat yang sangat
besar untuk kesehatan.
"Sejak tahun 1994, kami
melakukan penelitian tentang manfaat dan kandungan albumin dalam ikan gabus.
Ternyata manfaatnya sangat tinggi, membuat ikan gabus dapat digunakan untuk
membantu mempercepat penyembuhan beragam penyakit," kata
Nurpudji, Senin, 25 Januari saat ditemui di Pusat Kajian Penelitian (PKP)
Unhas.
Nurpudji
bersama rekan-rekannya di Universitas Hasanudin berhasil membuktikan kandungan
albumin di dalam ikan gabus itu. "Ide penelitian ikan gabus ini berawal
dari kebiasaan masyarakat Sulawesi Selatan di beberapa daerah yang selalu
memberikan menu ikan gabus jika ada yang sakit. Katanya, mereka yakin kalau
ikan gabus ada manfaatnya namun tak bisa membuktikan secara ilmiah,"
ungkap Nurpudji.
Ia
pun bersama rekan-rekannya melakukan uji coba dengan memberikan masakan ikan
gabus kepada pasien di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar.
Setelah pasien mengonsumsi ikan gabus, efeknya luar biasa.
Kadar
albumin pasien meningkat sehingga kesehatannya membaik lebih cepat. Akan
tetapi, membuat pihak rumah sakit merasa kesulitan karena penyediaannya yang
rumit, harus dibuat dalam bentuk bubuk dulu.
Selain
alasan penyajiannya yang rumit, komposisinya juga tidak pas. Akhirnya, Kepala
Bagian Gizi Fakultas Kedokteran ini bersama rekan-rekannya mengakali dengan
membuat ekstrak ikan gabus dalam bentuk cairan yang nantinya dimasukkan melalui
pipa saluran makanan.
"Ya,
memang cara ini berhasil meningkatkan kadar albumin, akan tetapi banyak pasien
yang tetap menolak karena baunya yang amis, sehingga membuat mereka mual dan
ingin muntah. Lagi-lagi, kami merasa ini juga belum efektif," kata
Prof. DR. dr. Nurpudji Astuti.
Nurpudji
dan rekan-rekannya terus melakukan penelitian tentang cara efektif yang harus
diambil. Akhirnya dia dan rekan-rekannya menemukan cara yang dianggap jauh
lebih efektif. Ikan gabus dibuat ekstrak dalam bentuk bubuk lalu dimasukkan ke
dalam kapsul.
Hasil
penelitian yang dilakukan sejak 1994 itu, lalu didaftarkan permohonan patennya
dengan nomor P00200600144, berjudul produk
konsentrat protein ikan gabus. Departemen Kehakiman mengumumkannya pada 8
Maret 2007 dengan nomor publikasi 047.137.A.
Beliau mengaku cara ini sudah terbukti. Pemberian kapsul kepada pasien jauh lebih
mudah. Tak ada yang menolak karena seperti layaknya minum obat biasa. Juga, tak
perlu repot memasak dan tak perlu takut dosisnya kurang. Ia menambahkan bahwa
kapsul memudahkan masyarakat yang sakit dan kurang mampu. "Selain untuk
menyembuhkan penyakit, kami berusaha memberikan pelayanan yang murah kepada
masyarakat yang kurang mampu dengan kualitas yang baik," katanya.
Ia
berharap dengan hadirnya kapsul itu bisa menolong dan membantu pasien. Kapsul
ekstrak ikan gabus pun dikirim ke berbagai posyandu, puskesmas, dan rumah sakit
di beberapa daerah di Indonesia. Selain untuk membantu pasien yang tak mampu,
juga dalam rangka meyakinkan para dokter bahwa kapsul tersebut memang
benar-benar dapat digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit. Terbukti, pasien dengan luka habis operasi, sirosis
hati, ginjal, luka yang besar, dan TBC, bisa sembuh lebih cepat.
Berkisar
10 sampai 14 hari kadar albumin pasien bisa naik 0,6 sampai 0,8. Untuk
penderita HIV/AIDS, bahkan kadar albuminnya juga bisa naik sehingga berat badan
si penderita naik perlahan-lahan.
disadur dari : FAJAR
Makassar Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar